Debu-Debu Hitam

By | September 30, 2015

Lagi, disore itu kutemukan sisa pembakaran hutanku berserakan di parkiran kantor tempatku bekerja. Angin telah membawanya terbang jauh hingga mendarat diparkiran itu. Dan suasanapun masih berkabut seperti biasa, tanpa ada tanda-tanda akan turunnya hujan. Aku sangat merindukan hujan, teramat sangat. Sudah lama tak terdengar suara rintiknya di atap rumahku. Suara rintik yang menimbulkan melodi yang merdu dan syahdu, hingga tak jarang aku terbuai dan terlelap tidur karnanya. Tapi kini aku cuman bisa membayangkannya tanpa bisa merasakannya lagi. Entah ke mana perginya hujan, hingga gersang tanah ini. Apa hujan sedang bermain di tempat lain, hingga lupa berkunjung di tempat kami, mungkin saja.

 

Kurasa tak hanya aku yang merindukan hujan, tanaman dan hewan pasti juga merasakan hal yang sama. Mereka pasti merindukan hujan membasahi mereka dan membersikan debu yang menempel di tubuh mereka. Katak, mengapa kau tak panggil hujan? Bernyanyilah, ajaklah teman-temanmu bernyanyi memanggil hujan. Bukannya kau senang bermain hujan! Tidak kah kau merindukan hujan? Karna Aku sangat merindukannya. Kerinduan yang teramat amat sangat mendalam, karna berbulan-bulan tak berjumpa. Jangan biarkan hati ini tandus hujan, jangan pernah biarkan.

 

Hujan!! Kemanakah kau?tidak kau merindukanku? Tak inginkah kau berjumpa denganku? Hingga lama tak kau sambangi diri ini! Aku tak mau bertemu debu-debu hitam itu setiap hari. Mereka hanya membuat kami sesak nafas dan membuat mata kami perih, mengganggu kesehatan pernapasan kami. Mereka hanya membawa penderitaan dan penyakit bagi kami. Hujan, tak kah kau kasian pada kami. Coba tengok hutan kami, tanaman yang tumbuh di dalamnya kering kerontang tersengat sinar matahari. Dan tangan-tangan jahil telah tega membakarnya, hingga menghasilkan kabut asap dan debu-debu hitam untuk kami.

 

Hujan, turunlah di tempat kami. Kami sudah teramat sangat merindukanmu. Basahilah rumah, jalan, sawah, hutan dan tanah kami. Bawalah angin sejuk besertamu, agar sesak ini hilang hujan. Usirlah kabut dan debu-debu hitam itu dengan lembut rintikmu hujan, usir mereka jauh-jauh. Karena kami tak ingin bertemu dengan mereka lagi, sungguh. Segeralah datang hujan, kehadiranmu sedang kami tunggu. Menarilah di atas bumu pertiwi kami dengan rintik-rintikmu, bernyanyi syahdu seperti dulu dan bawalah angin segar bersamanya. Datanglah, kami menunggumu, miss U…..

 

 

 

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.